Jurnalkitaplus - Aktivitas thrifting atau berburu pakaian bekas impor, yang sempat populer di kalangan anak muda karena dianggap ramah kantong dan unik, kini bertemu aturan ketat pemerintah hingga dilarang di Indonesia. Pelarangan ini memunculkan pertanyaan besar mengenai nasib para pecinta thrift dan pelaku bisnisnya.
Pemerintah menegaskan pelarangan impor pakaian bekas ini bukan sekadar isu di permukaan, melainkan kebijakan yang berlandaskan pada perlindungan ekosistem ekonomi dan kesehatan nasional.
Tiga Alasan Utama Pelarangan Thrifting Impor
Dari sudut pandang kebijakan ekonomi negara, konteks pelarangan ini jauh lebih luas daripada sekadar kegiatan berhemat uang. Ada tiga dampak utama yang disorot pemerintah:
1. Menggerus Industri Lokal: Masuknya pakaian bekas impor yang harganya sangat murah dinilai bisa "menggerus" pasar industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal. Hal ini berpotensi membuat pelaku industri dalam negeri, mulai dari pabrik hingga brand lokal kreatif dan UMKM fesyen, kehilangan daya saing, yang pada akhirnya memengaruhi lapangan kerja. Kebijakan ini disambut baik oleh Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) sebagai langkah melindungi industri TPT lokal.
2. Risiko Kesehatan: Pakaian bekas impor sering masuk melalui jalur tidak resmi, sehingga proses sanitasi dan kebersihan tidak dapat dijamin. Pemerintah melihat ada risiko penularan jamur kulit, bakteri, atau virus dari barang yang tidak melalui sterilisasi standar.
3. Ilegalitas dan Kerugian Negara: Banyak barang thrifting masuk tanpa bea masuk resmi, yang menciptakan unsur ilegalitas dalam rantai distribusi. Ini tidak hanya menyulitkan pengawasan tetapi juga mengurangi pendapatan negara dari pajak dan berpotensi menciptakan jaringan penyelundupan.
Solusi Pemerintah: Mendorong Transisi ke Produk Lokal
Menyikapi dampak pelarangan terhadap pelaku UMKM yang selama ini menggantungkan penghasilan dari penjualan barang bekas, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan komitmennya untuk memperkuat ekonomi nasional dengan mendorong para pelaku usaha beralih menjual produk lokal.
Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo telah menugaskan Kementerian UMKM untuk menyiapkan strategi substitusi. Strategi ini bertujuan agar para pelaku usaha tetap bisa berjualan, namun diarahkan untuk menjual produk-produk buatan dalam negeri. Menurut Maman, banyak produk dalam negeri yang berkualitas bagus, seperti yang dijual oleh pelaku distro di Bandung. Dengan arahan ini, produk lokal didorong untuk mendapatkan pasar dan market. Bahkan, pedagang di Pasar Senen, Jakarta, dikabarkan mulai melakukan penyesuaian dengan menjual produk lokal.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, juga menegaskan bahwa pemerintah akan segera menetapkan aturan tegas mengenai pelarangan penjualan baju bekas impor, di mana thrifting akan dihilangkan atau dilarang.
Tuntutan Penindakan Konsisten dan Ancaman Sanksi Berat
Meski larangan sudah diumumkan, Ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman menekankan bahwa kebijakan ini tidak boleh berhenti sebatas pengumuman, melainkan harus diikuti penindakan yang serius dan konsisten. Nandi berharap penindakan ini dapat mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri dan memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.
Mengingat jaringan impor ilegal pakaian bekas sudah terorganisir dan memiliki jalur distribusi yang luas, Nandi menilai upaya pemberantasan harus melibatkan koordinasi lintas lembaga, termasuk Bea Cukai, Kepolisian, dan Kementerian Perdagangan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menyatakan pemerintah akan menindak tegas pelaku impor pakaian bekas ilegal. Sanksi yang diancamkan kepada pemasok barang bekas akan diperberat, termasuk:
- Pemusnahan barang.
- Denda dan penjara.
- Pelarangan impor seumur hidup (blacklist) bagi pihak yang terlibat.
Peluang Baru Bagi Pecinta dan Pelaku Usaha Thrift
Meskipun aturan semakin ketat, tren thrifting (dalam arti luas) tidak otomatis hilang. Perubahan regulasi ini justru menjadi momentum transformasi budaya beli. Bagi para pecinta dan pelaku usaha, peluang baru muncul, termasuk:
1. Thrifting Lokal: Penjualan barang preloved dari dalam negeri, baik dari individu maupun thrift store lokal, tetap legal selama tidak melibatkan impor ilegal.
2. Kemitraan dengan IKM: Para pedagang kecil disarankan bermitra dengan Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang siap menjadi pemasok produk lokal berkualitas dengan harga terjangkau.
3. Upcycle dan Restyle: Kreator muda bisa menawarkan jasa mengubah pakaian lama menjadi produk baru yang lebih stylish dan ramah lingkungan.
4. Fashion Berkelanjutan (Sustainable Fashion): Munculnya brand lokal yang menggunakan bahan daur ulang dan konsep slow fashion dapat menjadi kebangkitan industri berbasis keberlanjutan.
Perubahan ini bukan akhir, melainkan transformasi yang mendorong kreativitas agar tetap bisa tampil stylish, hemat, dan peduli lingkungan tanpa melanggar aturan. (FG12)

